Sabtu, 10 April 2021

PUISI PERJALANAN KASVA

 Perjalanan Kashva


Seorang pertapa di kaki gunung Nepal melakukan ritus

sekali melangkah sekali sujud dan sekali tengkurap di bebatuan tajam berdebu dengan desir angin yang membeku. Mengelilingi danau lelehan salju gunung Himalaya. Ia lakukan berkali-kali tak terhitung  telah berapa putaran. Kashva yang dalam heran menyela ritus itu dan bertanya.


"Gerangan apa yang membuatmu melakukan demikian wahai pertapa?"

Pertapa menghentikan sejenak aktivitasnya.

"Tidakkah kau tahu dalam setiap langkah ada dosa bagaimana kau bisa menghindarinya, aku bersujud berupaya menghapuskan, sebelum tubuhku dijerungkupkan olehNya. Tahukah engkau danau apa yang kuitari ini? Inilah kehidupan aku takut jika aku mati tenggelam dan beku di dalamnya. Sungguh pada suatu hari nanti akan ada angin yang sekali berhembus akan menerbangkan ribuan nyawa seperti angin yang meniup debu di depanmu ini".


Tanah Bumbu, 17.03.2019

BAGAIMANA BICARA KASAR ITU?

 KASAR ATAU TIDAK?


Dalam kehidupan sehari-hari kita tak lepas dari aktifitas yang namanya berbicara. Bicara merupakan pengungkapan ide dengan akal budi dan pikiran. Nah, jika sudah menyangkut akal dan budi seharusnya segala perkataan yang akan diungkapkan haruslah sudah matang. Matang dalam arti sudah melalui proses pertimbangan dan keperluan. Jadi pembicaraan yang keluar nantinya tidak  menyakiti telinga yang mendengar dan menyakiti perasaan orang lain. 


Bicara dapat dibedakan ke dalam dua kategori yaitu bicara baik dan bicara kasar.

Bicara yang baik adalah bicara seperlunya baik menyangkut kepentingan diri sendiri atau kepentingan orang lain. Tentu tidak ada unsur yang merugikan orang lain.

Bicara tidak baik adalah ucapan yang asal keluar saja tanpa melalui proses pertimbangan akal dan budi.


Nah, membahas bicara kasar sangat indentik dengan kata umpatan. Seperti, "bodoh, tolol, bangsat", dan lainnya. Di setiap daerah di Indonesia  memiliki masing-masing kata umpatan yang berbeda sesuai dengan bahasa setempat. Kata umpatan itu biasanya diucapkan ketika seseorang sedang kesal atau motif tertentu.


Namun, kata-kata umpatan tersebut bisa berubah menjadi kata yang bernilai tidak kasar. Hal itu disebabkan oleh faktor kebiasaan dan keakraban.


Seperti ucapan "Kau ini bodoh memang tidak ada otak ya?"  Ucapan tersebut tentu sangat kasar dan sangat tidak etik untuk diucapkan atau ditujukan pada orang lain. Akan tetapi karena kalimat tersebut sudah menjadi kalimat kebiasaan yang akrab di telinga sebuah komunitas tertentu, maka hal itu tidak terasa kasar. Bahkan orang dimaksudpun tidak marah dan tidak merasa tersinggung.


Contoh lain. Kata "jancuk" adalah kata umpatan yang sangat kasar. Tentu orang yang dikatakan jancuk akan merasa marah. Namun, kata "jancuk" di sebagian wilayah dianggap bukan kata yang kasar. Malah, kata tersebut menjadi kata sapaan yang akrab dan lumrah dilontarkan pada setiap pembicaraan.


Jadi, seperti apa kata-kata yang kasar itu?

Kata-kata yang kasar itu adalah kata yang kita dengar dari orang lain dan kita menerimanya sebagai kata yang kasar. Jika dalam diri kita bisa disetting bahwa semua kata yang kita dengar itu tidak kasar atau kita dapat memahaminya maka tidak ada lagi yang namanya kata-kata kasar.


@ Akhmad Cahyo Setio.